Kategori
Perspektif Kamerad

Membangun Organisasi Anti Seksisme 

“Mengubah posisi perempuan di akar hanya mungkin jika semua kondisi sosial, keluarga, dan kehidupan rumah tangga diubah.” (Trotsky, Women and the Family)

Penulis: Benjoss

Dalam perspektif Marxis: Negara memiliki karakteristik klas. Pertama, negara timbul dari pertentangan kelas yang tak terdamaikan, adalah antara kelas penghisap dan kelas terhisap. Dalam masyarakat hari ini, pertentangan ini adalah antara kelas kapitalis dan kelas buruh. Kedua, negara terwujud sebagai organisasi kekuasaan klas. Ketiga, secara struktural dan fungsional negara adalah alat kekuasaan klas: alat untuk mempertahankan kepentingan klas penguasa terhadap klas yang dikuasainya. Demikianlah dalam modus produksi perbudakan kita mengenal negara kelas pemilik budak macam Republik dan (kemudian) Kekaisaran Romawi. Dalam modus produksi feodal kita mengenal negara klas feodal, yang menjaga kekuasaan klas tuan tanah atau bangsawan terhadap kaum tani dan hamba. Dalam modus produksi kapitalis kita mengenal negara kelas borjuis macam negara-negara yang bermunculan di bawah panji-panji nasionalisme sejak awal permulaan zaman modern. Dalam semua mode produksi tersebut kita mendapati watak yang sama: mode produksi tersebut tidak demokratis. Segelintir orang memiliki dan mengontrol alat-alat produksi, sebagian terbesar orang lainnya tidak dan hidup di bawah kekuasaan yang segelintir itu.

Untuk menyelami akar permasalah sesuai konteks yang akan di kemukakan kali ini,-persoalan seksime,-tak pelak rasanya mesti menarik histori asal muasal asal seks dan bagaimana ia perkembang sedemikian rupa: Di era Komunal primitif/Komunisme kuno peran perempuan dan laki-laki begitu setara, mengapa dikatakan setara: pertama: ada pembagian tugas-tugas antara laki-laki maupun perempuan (laki-laku berburu, perempuan meramu) salah satu contoh lain adalah, dalam masyarakat Indian Iroquis, kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara.Bahkan, semua laki-laki dan perempuan dewasa otomatis menjadi anggota dari Dewan Suku, yang berhak memilih dan mencopot ketua suku.Jabatan ketua suku dalam masyarakat Indian Iroquis tidaklah diwariskan, melainkan merupakan penunjukan dari warga suku melalui sebuah pemilihan langsung yang melibatkan semua laki-laki dan perempuan secara setara.Keadaan ini berlangsung sampai jauh ke abad ke 19. Tetapi, penomena tersebut tidak berjalan begitu lama setelah di temukanya alat-alat perkakas yang semakin maju (alat kerja),– seiring berkembangnya alat produksi, singkatnya bertransisi menuju masyarakat pertanian/patriarki (dominasi kaum laki-laki).

1. Bangkitnya Pertanian dan Patriarki

Peradaban pertanian yang pertama kali muncul adalah peradaban Sumeria dan Mesir. Keduanya lahir dari terdesaknya suku-suku manusia yang mengembara di dataran padang rumput yang kini dikenal sebagai Afrasia. Padang rumput kuno yang kini sudah musnah ini membentang dari daerah pegunungan Afrika Timur melalui Arabia sampai pegunungan Ural di Asia Tengah. Sekitar 8.000 – 11.000 tahun yang lalu, ketika Jaman Es terakhir telah berakhir, padang rumput ini mengalami ketandusan akibat perubahan iklim. Ketandusan ini berawal dari daerah Arabia dan meluas ke utara dan selatan. Bersamaan dengan mengeringnya padang rumput ini, hewan-hewan buruan akan berpindah mencari tempat yang masih subur. Para pemburu dan pengumpul yang mengikuti hewan buruan ke utara akhirnya bertemu dengan lembah sungai Efrat dan Tigris, sementara yang ke selatan bertemu dengan lembah sungai Nil. Pada masa itu, sebuah lembah sungai merupakan medan yang tak tertembus oleh manusia, contoh modern dari lembah-lembah sungai yang masih perawan seperti ini dapat kita lihat di Papua. Karena terjepit antara dua keadaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup mereka, kelompok-kelompok pemburu dan pengumpul ini akhirnya memutuskan untuk bergerak memasuki lembah-lembah sungai ini dan berusaha menaklukkannya – setidaknya, di lembah-lembah sungai ini masih tersedia air.

Proses penaklukan ini pasti berjalan dengan amat beratnya karena peralatan yang mereka miliki, pada awalnya, hanyalah peralatan untuk berburu. Kini mereka harus menciptakan improvisasi bagi alat-alat mereka supaya dapat digunakan untuk membersihkan lahan.Karena peralatan mereka yang primitif itu, proses pembukaan lahan ini dapat berlangsung beratus tahun lamanya. Sementara jarang ada binatang buruan yang akan mengikuti mereka memasuki lembah-lembah sungai itu. Mereka dihadapkan pada keharusan untuk menemukan sumber makanan lain. Dan di saat inilah, menurut data arkeologi, kaum perempuan muncul sebagai juru selamat.Mereka menggunakan ketrampilan mereka untuk mengolah biji-bijian menjadi tanaman untuk mendapatkan bahan makanan bagi seluruh komunitas.Apa yang tadinya hanya pengisi waktu senggang kini menjadi sumber penghidupan utama seluruh masyarakat. Keharusan manusia untuk menemukan cara-cara baru untuk mempertahankan hidupnya membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat pertanian, jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi dalam masa-masa sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi ini, apa yang tadinya hanya dapat dikerjakan bersama-sama (komunal) kini dapat dikerjakan secara sendirian (individual). Proses untuk menghasilkan sumber penghidupan kini berangsur-angsur berubah dari proses komunal menjadi proses individual.

Dan, hal yang paling wajar ketika pekerjaan sudah dilakukan secara individual adalah bahwa hasilnya kemudian menjadi milik individu (perorangan).Pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia. Di samping itu, pertanian sesungguhnya menghasilkan lebih banyak daripada berburu dan mengumpul.Tiap kali panen, manusia menghasilkan jauh lebih banyak daripada yang dapat dihabiskannya. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan hasil lebih pada pri-kehidupan manusia. Namun, hasil lebih ini tidaklah muncul secara kontinyu, melainkan dalam paket-paket.Sekali panen, mereka mendapat hasil banyak, namun hasil itu harus dijaga agar cukup sampai panen berikutnya.Hal ini menumbuhkan keharusan untuk menjaga dan membagi hasil lebih ini. Melalui proses ratusan tahun, kedua keharusan ini menumbuhkan tentara dan birokrasi. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan Negara pada pri-kehidupan manusia. Sekalipun berlangsung berangsur-angsur selama ratusan tahun, pada satu titik, perubahan-perubahan kecil ini menghasilkan lompatan besar pada pri-kehidupan manusia. Terlebih lagi setelah pertanian diperkenalkan, baik melalui penaklukan atau melalui proses inkulturasi, pada peradaban-peradaban lain di seluruh dunia. 

A. Pembagian peran antara laki-laki dan perempuan

1. Pertanian pada awalnya membutuhkan banyak tenaga untuk membuka lahan karena tingkat teknologi yang rendah. Hanya dari proses ekstensifikasi (perluasan lahan)-lah pertambahan hasil dapat diperoleh. Oleh karena itu, proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin tenaga pengolah lahan pertanian. Aktivitas seksual, yang tidak pernah dianggap penting, bahkan dianggap beban, di tengah masyarakat berburu dan mengumpul, kini menjadi satu aktivitas yang penting. Dewi Kesuburan merupakan salah satu dewi terpenting di tengah masyarakat pertanian pada awalnya membutuhkan banyak tenaga untuk membuka lahan karena tingkat teknologi yang rendah. Hanya dari proses ekstensifikasi (perluasan lahan)-lah pertambahan hasil dapat diperoleh. Oleh karena itu, proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin tenaga pengolah lahan pertanian. Aktivitas seksual, yang tidak pernah dianggap penting, bahkan dianggap beban, di tengah masyarakat berburu dan mengumpul, kini menjadi satu aktivitas yang penting. Dewi Kesuburan merupakan salah satu dewi terpenting di tengah masyarakat pertanian, bukan hanya berkenaan dengan kesuburan tanah melainkan juga tingkat kesuburan reproduksi perempuan. Dan sebagai akibat logis dari keadaan ini kaum perempuan semakin tersingkir dari proses produktif di tengah masyarakat. Waktunya semakin lama semakin terserap ke dalam kegiatan-kegiatan reproduktif. 

2. Teknologi pertanian yang maju semakin pesat ini ternyata malah membuat aktivitas produksi di sektor pertanian menjadi semakin tertutup buat perempuan. Penemuan arkeologi menunjukkan bahwa ditemukannya bajak (luku) telah menggusur kaum perempuan dari lapangan ekonomi. Bajak merupakan alat pertanian yang berat, yang tidak mungkin dikendalikan oleh perempuan. Terlebih lagi bajak biasanya ditarik dengan menggunakan tenaga hewan ternak, di mana pengendalian terhadap ternak memang merupakan wilayah ketrampilan kaum laki-laki. Intrusi (mendesak masuknya) peternakan ke dalam pertanian telah membuat ruang bagi kaum perempuan, yang keahliannya hanya dalam bidang pertanian, semakin tertutup. Karena perempuan semakin tidak mampu bergiat dalam lapangan produksi, maka iapun semakin tergeser ke pekerjaan-pekerjaan domestik (rumah tangga). Dan ketika perempuan telah semakin terdesak ke lapangan domestik inilah patriarki mulai menampakkan batang hidungnya di muka bumi. 

2. Kepemilikan Pribadi atas alat-alat produksi

Tergesernya kaum perempuan dari lapangan produktif ini terjadi dalam konteks berkembangnya kepemilikan pribadi. Seperti juga sering di singgung dalam karya besar Marx: Das Kapital jilid I-III.

Dengan semakin bergesernya proses produksi menjadi sebuah proses perorangan, maka unit pengaturan masyarakat pun berubah. Jika tadinya unit pengaturan masyarakat yang terkecil adalah suku maka kini muncullah sebuah lembaga baru, yakni keluarga. Hampir di tiap masyarakat yang terhitung primitif konsep tentang keluarga tidak dikenal.Penelitian arkeologis telah menemukan berbagai bentuk sistem reproduksi masyarakat komunal seperti ini.Seperti nyata di tengah masyarakat Zulu, di Afrika, di mana tiap waktu tertentu diadakan satu upacara di mana kaum perempuan memilih pasangannya untuk jangka waktu sampai upacara berikutnya diadakan.Suku-suku Afrika yang lain, semacam orang-orang Bush, menganut sistem di mana seorang perempuan adalah istri dari semua laki-laki yang ada di suku tersebut, sementara seorang laki-laki adalah suami dari semua perempuan di sukunya.Suku-suku aborigin Australia menganut sistem silang-suku, di mana mereka mengenal suku-saudara.Seorang perempuan aborigin adalah istri dari semua laki-laki dalam suku-saudara mereka, demikian sebaliknya yang terjadi dengan tiap laki-laki dalam suku tersebut. Oleh karena pola reproduksi yang komunal semacam ini, garis keturunan seseoang hanya dapat dilihat dari siapa ibunya.Dari sinilah sebab mengapa dalam masyarakat primitif hanya dikenal garis matrilineal. Ini nampak nyata dalam asal-usul kata “gen” atau “genetik” itu sendiri, yang berasal dari kata kuno bangsa Arya gan atau kan yang artinya “kelahiran” atau “kehamilan”. Jadi, “keturunan” merupakan satu bentuk yang sangat bernuansa perempuan pada awalnya. 

Di atas kita telah melihat bahwa peranan perempuan perlahan-lahan tergusur dari lapangan produktif ke lapangan domestik. Pada awalnya ini adalah satu proses yang diterima baik oleh kaum perempuan karena pembagian kerja seperti ini dapat secepatnya meningkatkan hasil yang dapat diperoleh dari lapangan produksi itu sendiri. Dengan sukarela kaum perempuan menyerahkan tempatnya di lapangan produksi demi satu pembagian tugas yang akan meningkatkan hasil produksi setinggi-tingginya. 

3. Hegemoni Kapitalisme

Dalam menindas perempuan dan kelas pekerja peran sistem kapitalis sangat terlihat, menurut Lenin, dalam Negara dan Revolusi: negara adalah produk masyarakat pada tahapan perkembangan tertentu: negara adalah pengakuan bahwa masyarakat ini telah terjerat dalam kontradiksi yang tak terpecahkan dengan dirinya sendiri, bahwa masyarakat ini telah terpecah belah ke dalam antagonisme-antagonisme tak-terdamaikan yang tak mampu ia singkirkan. Tetapi agar antagonisme-antagonisme ini, yaitu kelas-kelas dengan kepentingan ekonomi yang bertentangan, tidak lantas menghancurkan diri mereka sendiri dan masyarakat dalam perjuangan yang sia-sia, maka diperlukan sebuah kekuasaan, yang tampaknya berdiri di atas masyarakat, untuk melunakkan konflik tersebut dan menjaganya dalam batas-batas ‘ketertiban’, dan kekuasaan ini, yang muncul dari masyarakat, tetapi menempatkan dirinya di atasnya dan semakin mengasingkan dirinya dari masyarakat, inilah negara.

Dengan demikian: karena negara hari ini adalah negara borjuis, maka ia akan meninabobokan kesadaran kritis masyarakat yang takterdamikan. Berbicara persoalan negata Gramsci dalam bukunya yang populer tentang “hegemoni” mendefinisikan empat peran negara:

1. Bonapartisme : peran masyarakat sipil (reaksioner) dibutuhkan dalam membendung perlawanan mayoritas rakyat,

2. Caisarisme : Negara menggunakan aparatur negaranya (pengadilan, polisi, tentara, hukum, dan penjara) untuk menindas rakyat.

3. Statolatory: Negara sebagai wasit anatara pertarungan pertarungan dua kubu politik setelah keduanya bertarung dan kualahan pihak ketiga masuk untuk ikut campur mengambil alih kekuasaan.

4. Minarcist: peran negara sangat minim/mengabaikan pertentangan kelas yang sedang terjadi.

Apakah cukup sampai di situ saja? Tidak, ada pula yang dikatakan oleh Antonio Gramsci, hegemoni agama dan keluarga, budaya bahkan sampai tingkatan pendidikan. Namun untuk hegemoni agama telah diuraikan diatas oleh Marx, sedangkan dalam hegemoni

Pendidikan baiasanya menggunakan kurikulum dan konsep persaingan kepintaran serta penananman sikap kepatuhan. Sedangkan, hegemoni kebudayaan: Biasa beragam-ragam bentuk, seperti: stigma pernikahan, hukum awek-awek (adat-istiadat), pembagian warisa dst. Terkahir mengenai hegemoni keluarga saya akan menggunakan prospek Alexandra Kollontai pada pembahasan selanjutnya di slide ini.

4. Apakah keluarga di butuhkan dalam tuas-tuas ekonomi?

Dalam konteks keluarga, Alexandra Kollontai dengan secara iklusif mendefinisikan dalam karya-nya yang berjudul: Komunisme dan Keluarga: 

– Peran Perempuan dalam Produksi: 

1. Dampaknya terhadap Keluarga

Akankah keluarga terus ada di bawah komunisme? Akankah keluarga tetap dalam bentuk yang sama? Pertanyaan-pertanyaan ini meresahkan banyak perempuan kelas-buruh dan juga mengkhawatirkan kaum laki-laki. Kehidupan tengah berubah di depan mata kita; kebiasaan dan tradisi lama mulai lenyap, dan seluruh kehidupan keluarga proletar sedang berkembang dengan cara baru dan tidak lazim, dan “aneh” di mata sebagian orang. Tidak heran jika kaum buruh perempuan mulai berpikir tentang pertanyaan ini. Fakta lain yang mengundang perhatian adalah bahwa perceraian telah dipermudah di Soviet Rusia. Dekrit Dewan Komisar Rakyat yang dikeluarkan pada 18 Desember 1917 berarti bahwa perceraian sudah bukan lagi kemewahan yang hanya dapat diakses oleh orang kaya; sejak itu, buruh perempuan tak perlu lagi mengajukan petisi selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk mendapatkan hak berpisah dari suami yang memukulinya dan membuat hidupnya sengsara dengan mabuk-mabukan dan perilaku kasar. Perceraian dengan kesepakatan bersama kini hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari seminggu atau dua minggu. Perempuan yang tidak bahagia dengan kehidupan pernikahannya menyambut kemudahan perceraian ini. Namun yang lainnya, khususnya mereka yang masih terbiasa memandang suami mereka sebagai “pencari nafkah”, merasa ketakutan. Mereka belum memahami bahwa perempuan harus membiasakan dirinya untuk mencari dan mendapatkan dukungan dari kolektif dan dari masyarakat, dan bukan dari laki-laki secara individual.

Tak ada gunanya menolak kebenaran: keluarga lama di mana laki-laki adalah segalanya dan perempuan bukan siapa-siapa, keluarga tipikal di mana perempuan tak memiliki kehendak sendiri, tidak memiliki waktu sendiri dan bahkan uang sendiri, sekarang sedang berubah di depan mata kita. Namun tak perlu gelisah. Hanya ketidaktahuan kita sendirilah yang membuat kita berpikir bahwa segala sesuatu yang biasa kita lakukan tidak akan pernah berubah. Tidak ada yang lebih keliru daripada pepatah “seperti yang telah terjadi, demikianlah yang akan terjadi”. Kita hanya perlu membaca bagaimana orang hidup di masa lalu untuk melihat bahwa segala sesuatu dapat berubah dan bahwa tidak ada adat istiadat, organisasi politik atau prinsip moral yang ajek atau tak dapat diganggu gugat. Dalam perjalanan sejarah, struktur keluarga telah berubah berkali-kali; keluarga di masa lalu berbeda dengan keluarga yang ada hari ini. Ada masa ketika keluarga kekerabatan (kinship family) dianggap sebagai norma: sang ibu memimpin keluarga yang terdiri dari anak-anaknya, cucu hingga cicitnya, yang tinggal serta bekerja bersama. Pada periode yang lain keluarga patriarkal adalah normanya. Dalam kasus ini kehendak sang ayahlah yang menjadi hukum untuk semua anggota keluarga: bahkan hari ini keluarga semacam ini dapat ditemukan di antara kaum tani di pedesaan Rusia. Di sini moral dan adat istiadat kehidupan keluarga tidak seperti keluarga proletar di perkotaan. Di pedesaan, mereka mematuhi norma-norma yang telah lama dilupakan oleh kaum buruh. Struktur keluarga dan adat istiadat kehidupan keluarga juga beragam dari bangsa ke bangsa. Di antara orang-orang Turki, Arab dan Persia, laki-laki diperbolehkan memiliki beberapa istri. Juga masih ada beberapa suku di mana perempuan memiliki beberapa suami. Kita terbiasa dengan fakta bahwa gadis muda diharapkan tetap perawan sampai pernikahan; namun, ada beberapa suku yang menganggap bahwa memiliki banyak kekasih merupakan suatu kebanggaan dan di mana perempuan menghiasi tangan dan kakinya dengan jumlah gelang yang menandai jumlah kekasihnya. Banyak praktik yang mungkin mengagetkan kita dan yang mungkin tampak amoral, tetapi dianggap orang lain sebagai hal yang wajar dan mereka, sebaliknya, menganggap hukum dan adat istiadat kita sebagai “dosa”. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk takut pada fakta bahwa keluarga sedang dalam proses perubahan, dan hal-hal yang usang dan tak diperlukan sedang disingkirkan, dan relasi-relasi baru antara laki-laki dan perempuan tengah berkembang. Tugas kita adalah menentukan aspek-aspek mana dari sistem keluarga kita yang sudah ketinggalan zaman dan untuk menentukan hubungan apa, antara laki-laki dan perempuan dari kelas buruh dan tani, dan hak-hak serta kewajiban apa yang akan paling sesuai dengan kondisi kehidupan Rusia yang baru. Apa yang ada di dalam kehidupan baru harus dipertahankan, sementara semua yang tua dan kedaluwarsa dan lahir dari zaman perbudakan dan perhambaan yang terkutuk, dari para tuan tanah serta kapitalis, harus disapu bersih bersamaan dengan kelas penghisap dan musuh-musuh proletariat dan kaum miskin lainnya.

Tipe keluarga yang sudah terbiasa diterima oleh kaum proletariat perkotaan dan perdesaan merupakan warisan dari masa lalu. Ada masa ketika keluarga yang terisolasi dan terjalin erat, yang berdasarkan pernikahan di gereja, dibutuhkan oleh semua anggotanya. Jika tidak ada keluarga, siapa yang akan memberi makan, pakaian dan mengasuh anak-anak? Siapa yang akan memberi mereka nasihat? Di masa lalu, menjadi yatim piatu merupakan salah satu nasib terburuk yang bisa dibayangkan. Dalam keluarga zaman dulu, suami bekerja dan menafkahi istri dan anaknya. Sementara sang istri disibukkan dengan mengurus rumah tangga dan membesarkan anak sebaik mungkin. Namun selama seratus tahun terakhir struktur keluarga yang lazim ini telah hancur di semua negara di mana kapitalisme dominan dan di mana jumlah pabrik serta perusahaan yang memperkerjakan buruh semakin meningkat. Adat istiadat dan prinsip moral keluarga ikut berubah seiring berubahnya kondisi kehidupan secara umum. Penyebaran buruh perempuan secara universal sangat berkontribusi terhadap perubahan radikal dalam kehidupan keluarga. Sebelumnya, hanya laki-lakilah yang dianggap sebagai pencari nafkah. Namun, perempuan Rusia telah selama lima puluh atau enam puluh tahun terakhir (dan di negeri-negeri kapitalis lain untuk periode yang lebih lama) dipaksa mencari uang dengan bekerja di luar keluarga dan di luar rumah. Karena upah “sang pencari nafkah” tidak mencukupi kebutuhan keluarga, perempuan mendapatkan dirinya terpaksa mencari uang dan mengetuk pintu-pintu pabrik. Setiap tahun jumlah perempuan kelas-buruh yang bekerja sebagai buruh, juru ketik, pramuniaga, pencuci dan pelayan meningkat. Statistik menunjukkan bahwa pada 1914, sebelum pecahnya Perang Dunia Pertama, ada sekitar enam puluh juta perempuan yang mencari nafkah sendiri di negara-negara Eropa dan Amerika, dan selama perang jumlah ini meningkat drastis. Hampir separuh dari perempuan-perempuan ini telah menikah. Kehidupan keluarga seperti apa yang harus mereka jalani dapat dengan mudah dibayangkan. “Kehidupan keluarga” macam apa yang bisa ada jika istri dan ibu bekerja setidaknya delapan jam dan, bila menghitung perjalanan, berada di luar rumah selama sepuluh jam sehari? Rumahnya terbengkalai; anak-anaknya tumbuh tanpa asuhan ibu, menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan, terekspos pada semua hal yang berbahaya di lingkungan sekitar. Perempuan yang menjadi istri, ibu dan pekerja harus mengerahkan segenap energinya untuk mengisi peran-peran ini. Ia harus bekerja dengan jam kerja yang sama seperti suaminya di pabrik, percetakan atau tempat usaha, dan kemudian ia harus mencari waktu untuk mengurus rumah tangganya dan merawat anak-anaknya. Kapitalisme telah menempatkan beban yang luar biasa di atas pundak perempuan: kapitalisme membuatnya menjadi pekerja upahan tanpa mengurangi tugasnya sebagai ibu rumah tangga atau ibu. Perempuan sempoyongan di bawah beban tiga kali lipat ini. Ia menderita, wajahnya selalu basah oleh air mata. Kehidupan tidak pernah mudah bagi perempuan, namun nasibnya tak pernah lebih sulit dan lebih putus asa daripada jutaan perempuan pekerja di bawah kuk kapitalis di masa kejayaan produksi pabrik ini.

Keluarga pun hancur seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang pergi bekerja. Bagaimana seseorang bisa berbicara tentang kehidupan keluarga ketika laki-laki dan perempuan bekerja dengan shift yang berbeda, dan di mana istri bahkan tidak punya waktu untuk menyiapkan makanan yang layak untuk anak-anaknya? Bagaimana bisa seseorang bicara tentang orang tua ketika sang ibu dan ayah bekerja sepanjang hari dan tidak ada waktu untuk menghabiskan bahkan beberapa menit saja dengan anak-anaknya? Ini sangatlah berbeda di masa lalu. Sang ibu tinggal di rumah dan menyibukkan dirinya dengan tugas-tugas rumah tangga; anak-anaknya berada di sisinya dan di bawah pengawasannya. Hari ini buruh perempuan bergegas keluar rumah pagi-pagi sekali ketika peluit pabrik berbunyi. Ketika sore tiba dan peluit kembali dibunyikan, ia bergegas pulang untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya yang paling mendesak. Kemudian ia harus bekerja lagi esok paginya, dan ia merasa lelah karena kurang tidur. Bagi buruh perempuan yang sudah menikah, kehidupan sama sulitnya seperti rumah-kerja. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan jika ikatan keluarga menjadi renggang dan keluarga mulai berantakan. Keadaan yang menjaga keutuhan keluarga sudah tidak ada lagi. Keluarga tidak lagi penting bagi anggotanya atau bagi bangsa secara keseluruhan. Struktur keluarga lama kini hanya menjadi penghalang. Apa yang dahulu membuat keluarga lama begitu kuat? Pertama, karena suami dan ayah adalah pencari nafkah keluarga; kedua, karena ekonomi keluarga diperlukan untuk semua anggotanya; dan yang ketiga, karena anak-anak dibesarkan oleh keluarganya. Apa yang tersisa dari tipe keluarga yang sebelumnya ini? Sang suami, seperti yang kita lihat, sudah bukan lagi pencari nafkah tunggal. Sang istri bekerja untuk mendapatkan upah. Ia telah belajar untuk mencari nafkah sendiri, untuk menyokong anak-anaknya dan tak jarang suaminya juga. Keluarga kini hanya berfungsi sebagai unit ekonomi utama masyarakat dan pendukung serta pendidik anak-anak. Mari kita periksa masalah ini dengan lebih rinci, untuk melihat apakah keluarga akan dibebaskan dari tugas-tugas ini atau tidak.

2. Pekerjaan rumah tangga tidak lagi diperlukan

Apa yang sebelumnya diproduksi di keluarga kini diproduksi oleh kerja kolektif buruh laki-laki dan perempuan di pabrik. Keluarga tak lagi memproduksi; ia hanya mengkonsumsi. Pekerjaan rumah yang tersisa adalah membersihkan (menyapu dan melap lantai, memanaskan air, mengganti lampu, dll.), memasak (menyiapkan makan siang dan makan malam), mencuci dan merawat baju (menjahit). Kerja-kerja ini merupakan tugas yang sulit dan melelahkan dan menyerap semua waktu luang dan energi buruh perempuan yang juga harus bekerja di pabrik. Namun pekerjaan ini berbeda dalam satu hal penting dari pekerjaan yang dilakukan oleh nenek kita: empat tugas yang disebutkan di atas, yang masih berfungsi untuk menjaga keutuhan keluarga, kini tidak ada nilainya bagi negara dan perekonomian nasional, karena mereka tidak menciptakan nilai baru atau memberikan kontribusi apapun bagi kemakmuran negara. Ibu rumah tangga bisa menghabiskan sepanjang hari, dari pagi hingga malam, membersihkan rumahnya, ia dapat mencuci dan menyetrika linen setiap hari, melakukan segala upaya untuk merawat pakaiannya dan menyiapkan makanan apa saja yang ia inginkan dan yang dimungkinkan oleh sumber dayanya, dan ia akan mengakhiri harinya tanpa menciptakan nilai apapun. Tidak peduli ia bekerja sekeras apapun, ia tidak akan menghasilkan apapun yang bisa dianggap sebagai komoditas. Bahkan jika pekerja perempuan hidup seribu tahun, ia masih harus memulai setiap hari dari awal lagi. Akan selalu ada debu yang harus dibersihkan; suaminya akan pulang dengan perut lapar dan anak-anaknya membawa lumpur di sepatu mereka.

Pekerjaan perempuan menjadi kurang bermanfaat bagi komunitas secara keseluruhan. Kerjanya menjadi tidak produktif. Rumah tangga individual tengah melenyap. Ini membuka jalan dalam masyarakat kita untuk rumah tangga kolektif. Alih-alih perempuan pekerja membersihkan rumahnya, masyarakat komunis dapat mengorganisir laki-laki dan perempuan yang tugasnya berkeliling di pagi hari membersihkan rumah. Istri-istri orang kaya telah lama dibebaskan dari tugas rumah tangga yang menjengkelkan dan melelahkan ini. Mengapa buruh perempuan mesti dibebani dengan kerja ini? Di Soviet Rusia, buruh perempuan harus disediakan dengan kenyamanan, cahaya, kebersihan dan keindahan yang sebelumnya hanya dinikmati oleh orang-orang kaya. Alih-alih buruh perempuan harus bersusah payah memasak dan menghabiskan waktu luangnya di dapur menyiapkan makanan, masyarakat komunis akan mengorganisir restoran publik dan dapur umum.

Bahkan di bawah kapitalisme, tempat makan seperti itu sudah mulai bermunculan. Faktanya selama setengah abad terakhir jumlah restoran dan kafe di semua kota besar di Eropa terus bertambah setiap hari; mereka bermunculan seperti jamur setelah hujan musim gugur. Tetapi di bawah kapitalisme hanya orang-orang dengan dompet tebal yang mampu makan di restoran, sementara di bawah komunisme semua orang akan dapat makan di dapur komunal. Perempuan tak perlu lagi bekerja keras mencuci baju di atas bak cuci, atau melelahkan matanya dengan menambal stoking dan menjahit linennya; dia hanya perlu membawa pakaiannya ke pusat binatu setiap minggu dan mengambil pakaian yang telah dicuci dan disetrika esok harinya. Ini hanyalah satu lagi pekerjaan yang tidak perlu dilakukan. Tempat jahit pusat akan membebaskan buruh perempuan dari kerja menjahit pakaian selama berjam-jam, dan memberinya kesempatan untuk mencurahkan waktunya untuk membaca, menghadiri pertemuan dan konser. Maka empat kategori pekerjaan rumah tangga akan punah dengan kemenangan komunisme. Dan buruh perempuan pasti tidak punya alasan untuk menyesali ini. Komunisme membebaskan perempuan dari perbudakan rumah tangga dan membuat hidupnya lebih kaya dan bahagia.

3. Negara Bertanggungjawab untuk Mengasuh Anak

Tetapi bahkan jika pekerjaan rumah tangga lenyap, Anda mungkin berpendapat bahwa masih ada anak-anak yang harus diurus. Di sini pulalah negara buruh akan hadir menggantikan keluarga. Masyarakat secara bertahap akan mengambil alih tugas-tugas yang sebelum revolusi merupakan tugas orang tua secara individual. Bahkan sebelum revolusi, mendidik anak sudah bukan lagi tugas orang tua. Setelah anak mencapai usia sekolah, orang tua dapat bernafas lebih lega, karena mereka tidak perlu lagi bertanggung jawab atas perkembangan intelektual anak-anak mereka. Tapi masih banyak kewajiban yang harus dipenuhi. Masih ada urusan memberi makan anak-anak, membelikan mereka sepatu dan pakaian, serta memastikan mereka tumbuh menjadi pekerja yang terampil dan jujur, yang nantinya mampu mencari nafkah mereka sendiri dan mengurus orang tua mereka di masa tua. Namun, hanya sedikit sekali keluarga pekerja yang dapat memenuhi kewajiban ini. Upah rendah mereka tidak mencukupi untuk memberi asupan yang cukup untuk anak-anak mereka, sementara mereka tidak memiliki waktu luang untuk mencurahkan perhatian yang diperlukan untuk pendidikan generasi muda. Keluarga seharusnya membesarkan anak-anak, tetapi pada kenyataannya anak-anak proletariat dibesarkan oleh jalanan. Nenek moyang kita mengenal kehidupan keluarga, sedangkan anak-anak proletar tidak mengenalnya. Selain itu, pendapatan orang tua yang kecil serta rentannya posisi finansial keluarga sering kali memaksa anak-anak untuk menjadi buruh ketika mereka baru saja berusia sepuluh tahun. Dan ketika anak-anak mulai mencari uang sendiri, mereka merasa mandiri dan kata-kata serta nasihat orang tua tidak lagi dipatuhi; otoritas orang tua pun melemah, dan kepatuhan pun berakhir.

Seiring dengan melenyapnya pekerjaan rumah tangga, maka kewajiban orang tua kepada anak-anaknya perlahan-lahan lenyap sampai akhirnya masyarakatlah yang memikul tanggung jawab penuh. Di bawah kapitalisme, anak-anak sering kali, dan bahkan terlalu sering, menjadi beban berat dan tak tertahankan bagi keluarga proletar. Masyarakat komunis akan membantu para orang tua. Di Soviet Rusia, Komisar Pendidikan Umum dan Kesejahteraan Sosial sudah banyak sekali membantu keluarga. Kami memiliki rumah untuk bayi yang sangat kecil, penitipan anak, taman kanak-kanak, koloni dan rumah anak-anak, rumah sakit, tempat peristirahatan untuk anak-anak yang sakit, restoran, makan siang gratis di sekolah, buku gratis, pakaian hangat dan sepatu untuk anak sekolah. Semua ini menunjukkan bahwa tanggung jawab atas anak dialihkan dari keluarga ke kolektif.

Pengasuhan anak dalam keluarga dapat dibagi menjadi tiga bagian: (a) Pengasuhan bayi yang masih sangat kecil, (b) Pengasuhan anak, dan (c) pendidikan anak. Bahkan dalam masyarakat kapitalis, pendidikan anak di sekolah dasar dan kemudian di sekolah menengah dan pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab negara. Bahkan dalam masyarakat kapitalis, kebutuhan buruh pada tingkatan tertentu dipenuhi oleh penyediaan taman bermain anak, taman kanak-kanak, kelompok bermain, dll. Semakin kaum buruh menyadari hak-hak mereka dan semakin baik mereka terorganisir, maka semakin masyarakat harus membebaskan keluarga dari pengasuhan anak-anak. Tapi masyarakat borjuis takut bertindak terlalu jauh dalam memenuhi kepentingan kelas buruh, kalau saja ini akan berkontribusi pada pecahnya keluarga. Kaum kapitalis sangat menyadari bahwa tipe keluarga lama, di mana perempuan adalah budak dan suami bertanggung jawab atas kesejahteraan istri dan anak-anaknya, merupakan senjata terbaik dalam perjuangan untuk meredam keinginan kelas buruh untuk merdeka dan melemahkan semangat revolusioner buruh laki-laki dan buruh perempuan. Buruh terbebani oleh kewajiban mengurus keluarganya dan terpaksa berkompromi dengan modal. Ayah dan ibu siap menyetujui persyaratan apapun ketika anak-anak mereka lapar. Masyarakat kapitalis belum mampu mengubah pendidikan menjadi tanggung jawab sosial dan negara yang sesungguhnya karena para pemilik properti dan borjuasi menentangnya.

Masyarakat komunis menganggap pendidikan sosial generasi muda sebagai salah satu aspek fundamental dari kehidupan baru. Keluarga lama, yang sempit dan picik, di mana orang tua bertengkar dan hanya tertarik pada keturunan mereka sendiri, tak mampu mendidik “pribadi baru”. Tempat bermain, taman, rumah dan fasilitas-fasilitas lainnya di mana anak-anak akan menghabiskan sebagian besar harinya di bawah arahan pendidik berkualifikasi, di sisi lain, akan menawarkan lingkungan yang mana anak dapat tumbuh besar sebagai komunis yang sadar, yang mengenal perlunya solidaritas, perkawanan, saling tolong menolong dan kesetiaan kepada kolektif. Tanggung jawab apa yang tersisa untuk orang tua, ketika mereka tak lagi harus bertanggung jawab atas pengasuhan dan pendidikan? Anda mungkin menjawab, bayi yang masih sangat kecil ketika masih belajar berjalan dan berpegangan pada rok ibunya tetap membutuhkan perhatiannya. Di sini sekali lagi negara komunis bergegas membantu ibu yang bekerja. Tidak akan ada lagi perempuan yang sendirian. Negara buruh bertujuan mendukung setiap ibu, menikah atau tidak menikah, saat ia menyusui anaknya, dan untuk mendirikan rumah bersalin, tempat penitipan anak dan fasilitas serupa lainnya di setiap kota dan desa, guna memberi perempuan kesempatan untuk menggabungkan pekerjaan di masyarakat dengan maternitas.

Para ibu yang bekerja tak perlu khawatir; kaum komunis tak bermaksud merenggut anak-anak dari orang tua mereka atau memisahkan bayi dari payudara ibunya, dan juga tidak berencana mengambil langkah-langkah kekerasan untuk menghancurkan keluarga. Tidak ada maksud seperti itu! Tujuan masyarakat komunis sangat berbeda. Masyarakat komunis melihat bahwa tipe keluarga yang lama telah retak, dan bahwa semua pilar tua yang menopang keluarga sebagai unit sosial sedang roboh: ekonomi rumah tangga melenyap dan orang tua kelas-buruh tak mampu merawat anak-anaknya atau menyediakan mereka makanan atau pendidikan. Keluarga dan anak-anak sama-sama menderita di bawah kondisi ini. Masyarakat komunis mengatakan ini kepada kaum buruh perempuan dan laki-laki: “Kalian masih muda, kalian saling mencintai. Setiap orang berhak atas kebahagiaan. Karena itu, jalanilah hidupmu. Jangan lari dari kebahagiaan. Jangan takut menikah, meski di bawah kapitalisme pernikahan benar-benar merupakan rantai kesedihan. Jangan takut memiliki anak. Masyarakat membutuhkan lebih banyak buruh dan bersuka cita atas kelahiran setiap anak. Kalian tak perlu khawatir tentang masa depan anak kalian; anak kalian tidak akan mengenal kelaparan dan kedinginan.” Masyarakat komunis merawat setiap anak dan menjamin kedua orang tuanya dukungan material dan moral. Masyarakat akan memberi makan, mengasuh dan mendidik anak-anak. Pada saat yang sama, para orang tua yang ingin berpartisipasi dalam pendidikan anak mereka tidak akan dihalangi untuk melakukannya. Masyarakat komunis akan mengemban semua tugas dalam pendidikan anak, tetapi kegembiraan sebagai orang tua tak akan diambil dari mereka yang mampu menghargainya. Begitulah rencana masyarakat komunis dan hampir tak dapat diartikan sebagai penghancuran paksa keluarga serta pemisahan paksa anak dari ibunya.

Tak ada yang dapat mengelak dari fakta ini: Keluarga tipe lama telah berakhir. Keluarga melenyap bukan karena dihancurkan secara paksa oleh negara, namun karena keluarga tak lagi menjadi suatu kebutuhan. Negara tak lagi memerlukan keluarga, karena ekonomi rumah tangga tak lagi menguntungkan: Keluarga mengalihkan buruh dari kerja yang lebih produktif dan bermanfaat. Para anggota keluarga juga tak lagi membutuhkan keluarga, sebab tugas mengasuh anak yang sebelumnya tugas mereka kini perlahan menjadi tugas kolektif. Menggantikan hubungan lama antara laki-laki dan perempuan, ada hubungan baru yang sedang berkembang: persatuan kasih sayang dan persahabatan, persatuan dua anggota masyarakat komunis yang setara, keduanya merdeka, keduanya bebas dan keduanya buruh. Tak ada lagi perbudakan rumah tangga bagi perempuan. Tak ada lagi ketidaksetaraan dalam keluarga. Perempuan tidak perlu takut ditinggalkan sendiri tanpa dukungan dan dengan anak-anak untuk dibesarkan. Perempuan dalam masyarakat komunis tidak lagi bergantung pada suaminya melainkan pada pekerjaannya. Dia akan memperoleh dukungan bukan dari suaminya tetapi dari kapasitasnya untuk bekerja. Ia tak perlu khawatir tentang anak-anaknya. Negara buruh akan memikul tanggung jawab untuk mereka. Pernikahan akan kehilangan semua unsur perhitungan materi yang melumpuhkan kehidupan berkeluarga. Pernikahan akan menjadi penyatuan dua insan yang saling mencintai dan saling percaya. Persatuan seperti itu menjanjikan kepada buruh laki-laki dan perempuan yang memahami diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka kebahagiaan yang paling utuh serta kepuasan yang paling maksimal. Alih-alih perbudakan suami terhadap istri di masa lalu, masyarakat komunis menawarkan perempuan dan laki-laki persatuan bebas yang kuat dalam persahabatan yang menginspirasinya. Begitu kondisi kerja telah diubah dan keamanan material para buruh perempuan telah meningkat, dan begitu pernikahan seperti yang biasa dilakukan di gereja – apa yang disebut pernikahan yang tak-boleh-diceraikan ini yang pada dasarnya hanya penipuan – telah digantikan dengan persatuan yang bebas dan jujur antara laki-laki dan perempuan yang merupakan kekasih dan kawan, maka prostitusi akan lenyap. Kejahatan ini, yang merupakan noda hitam bagi kemanusiaan dan momok bagi buruh perempuan yang kelaparan, berakar dari produksi komoditas dan institusi kepemilikan pribadi. Begitu bentuk ekonomi ini telah dilampaui, perdagangan perempuan dengan sendirinya akan hilang. Oleh karena itu, perempuan kelas buruh tak perlu khawatir akan kenyataan bahwa keluarga akan menghilang. Sebaliknya, mereka harus menyambut fajar masyarakat baru yang akan membebaskan perempuan dari perbudakan rumah tangga, meringankan beban keibuan dan akhirnya mengakhiri kutukan pelacuran yang mengerikan.

Perempuan yang berjuang untuk pembebasan kelas buruh harus belajar untuk memahami bahwa tidak akan ada lagi ruang untuk sikap kepemilikan lama yang mengatakan: “Ini anak-anakku, saya harus mencurahkan semua perhatian dan kasih sayang keibuan saya untuk mereka; itu anak-anak Anda, mereka bukan urusan saya dan saya tak peduli jika mereka kelaparan dan kedinginan – saya tak punya waktu untuk anak-anak orang lain.” Ibu-buruh harus belajar untuk tak membedakan antara anakmu dan anakku; ia harus ingat bahwa hanya ada anak-anak kita semua, anak-anak buruh komunis Rusia.

Negara buruh membutuhkan hubungan baru antara laki-laki dan perempuan, seperti halnya kasih sayang yang sempit dan eksklusif dari ibu kepada anak-anaknya sendiri harus diperluas hingga meluas ke semua anak dari keluarga besar proletar. Pernikahan yang tak-boleh-diceraikan, yang berdasarkan penghambaan perempuan, digantikan oleh persatuan bebas dari dua anggota negara buruh yang setara, yang dipersatukan oleh cinta kasih dan saling menghormati. Sebagai ganti keluarga yang individual dan egois, sebuah keluarga besar buruh yang universal akan berkembang di mana semua buruh laki-laki dan perempuan menjadi kamerad. Seperti inilah hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat komunis nantinya. Hubungan baru ini akan memastikan bagi umat manusia semua kebahagiaan cinta yang tak pernah dikenal dalam masyarakat komersial, kebahagiaan cinta yang bebas dan berdasarkan kesetaraan sosial yang sejati.

Masyarakat komunis menginginkan anak-anak yang kuat dan sehat, kaum muda yang bahagia, bebas dalam perasaan dan kasih sayang mereka. Atas nama kesetaraan, kebebasan dan persahabatan dari pernikahan baru, kami menyerukan kepada kaum buruh dan tani laki-laki dan perempuan untuk menerapkan diri mereka dengan berani dan dengan keyakinan pada tugas membangun kembali masyarakat manusia, untuk membuatnya lebih sempurna, lebih adil dan lebih mampu memastikan tiap-tiap individu kebahagiaan yang pantas diterimanya. Bendera merah revolusi sosial yang kini berkibar di Rusia dan sekarang tengah dikibarkan di negeri-negeri lainnya di seluruh dunia menyatakan kedatangan surga di bumi yang telah dicita-citakan umat manusia selama berabad-abad.

5. Organisasi Marxis dan Kecendrungan Borjuis Kecil

Kekerasan seksual terkait erat dengan penempatan perempuan menjadi manusia kelas dua dalam keluarga, yang tugas utamanya adalah melayani kaum lelaki. Dan tidak seperti anggapan umum masyarakat, penurunan derajat perempuan ini bukanlah karena takdir atau kodrat perempuan itu sendiri, tetapi karena perubahan corak produksi dalam sejarah, yang lalu mengubah peran kaum perempuan dalam relasi produksi tersebut. Ini pada gilirannya menentukan posisi perempuan dalam keluarga dan dalam masyarakat secara keseluruhan. Sehingga persis apa yang telah di kemukakan Alexabdra Kollontai di atas mengenai Komunisme dan Keluarga. 

Seperti yang didefinisikan Marx tentang negara: adalah, lahir atas kontradiksi-kontradiksi tak terdamaikan antara kelas-kelas: terhisap dan penghisap.

Dari prospek asal mula masyarakat kelas dan tersingkirnya peran perempuan dalam partisipasinya di ranah-ranah produksi pada tingkatan-nya, sosial, ekomoni dan politik di atas, maka perlu-lah bermunculan perlawanan-perlawanan secara kolektif/terorganisasi. Tetapi, mesti pintar-pintar mimilih-milah teori dan tindakan yang mesti dapat memenangkan perjuangan dan mengembalikan struktur sosial kedalam masyarakat yang baru: tanpa penindasan dan kesetaraan antara laki-laki maupun perempuan.

Secara eksplisit kaum marxis memandang bahwa musuh dari perempuan bukalah laki-laki, karena melalui proses sejarah yang panjang diatas yang utama dan paling utama ialah mengenai alat-alat produksi yang dikuasi atas dasar kepemilikan pribadi, singkatnya, yaitu borjuasi dan proletariat. Dalam konteks borjuasi dan proletariat tidak ditemukannya pembagian gender antara laki-laki dan perempuan yang terpenting dalam masyarakat borjuis tidak lain ialah, penguasaan alat-alat produksi. 

Organisasi-organisasi yang mengklaim diri atas dasar prinsip marxisme yang anti dengan kekerasan seksual dan menempatkan laki-laki maupun perempuan secara setara: Sebut saja, satu dari sekian banyak organisasi yang berdasakan prinsip Marxisme, yaitu Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan Nasional disingkat “PEMBEBASAN”: Organisasi ini sendiri memiliki 5 karakter untuk membentuk kader-kader revolusioner di dalamnya salah satunya ialah karakter Feminisme. Setiap anggota pembebasan mesti belajar dan menerapkan feminisme dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap anggota pembebasan berkeyakinan: tidak ada sosialisme tanpa pembebasan perempuan, begitu sebaliknya. Dalam organisasi mahasiswa atau sebut saja borjuis kecil, tentu kecendrungan-kecendrungan atas pelanggaran langsung maupun tidak langsung seperti kebanyakan organisasi rentan akan melanggar prinsip marxisme dengan karakter dasarnya sebagai borjuasi kecil. Seperti yang sering disebut Lenin dalam karyanya: komunisme saya kiri sikap kenak-kanakan, dalam melihat kesuksesaan bolshevik memerlukan kedisiplinan baja terlebih dalam melawan seksisme dan mengahpuskan kelas-kelas dalam masyarakat.

Dengan ini, pembebasan menerapkan sebuah teori yang akan menjadi pembelajaran dan sebagai bentuk keberpihakan terhadap kelas pekerja. Disini, ketekunan sangat dibutuhkan, taktik dan startegi mesti dipersiapkan guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan yang sedang terjadi, bahkan tidak sedikit kader yang memegang teguh prinsip feminisme marxis melanggar dan melakukan tindakan seksis, seperti yang akhir-akhir ini terjadi dalam tubuh organisasi pembebasan, meski setiap harinya organisasi mendidik kader dan sampai basis masyarakat. Tetapi, perubahan tidak secara signifikan dan malah tidak menyentuh persoalan secata fundamental.

Disini, tidak semata-mata memberatkan organisasi karena kesadaraan individu perlu juga dalam perjuangan pembebasan kaum perempuan dan meweujudkan sosialisme, sedangkan lingkungan tidak mendukung hal tersebut,-untuk menghapus pola pikir patriarkis banyak ditemukan seperti dengan mendidik masyarakat untuk menghormati perempuan dst. Namun masalahnya, pendidikan yang efektif membutuhkan lingkungan yang mendukung apa yang sedang diajarkan. Sedangkan kapitalisme adalah lingkungan yang sangat buruk bagi tumbuhnya gagasan akan kesetaraan. Karena seperti yang tadi disebutkan, kapitalisme berkepentingan untuk menempatkan perempuan di posisi yang rendah. Agar pendidikan benar-benar bisa melahirkan kesetaraan dan menghapuskan kekerasan seksual, maka corak produksi yang hari ini berlaku harus diganti, yakni dengan melucuti kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dari tangan segelintir kapitalis. 

Pendidikan dan perlunya akan kesetaraan justru dilakukan masif ketika tuas-tuas ekonomi telah direbut dari kapitalis dan dijadikan milik bersama (masyarakat sosialisme). Karena ketika tuas-tuas ekonomi telah menjadi milik bersama akan lahir lingkungan yang mendukung tumbuh suburnya gagasan tentang kesetaraan.  Dan, gagasan akan kesetaraan akan semakin kokoh tertanam di benak masyarakat ketika generasi lama telah digantikan dengan generasi yang baru, yang tidak pernah mengenal patriarkisme. Dan ketika itu pula, saat patriarkisme terhapus, gagasan untuk melecehkan perempuan pun lenyap dengan sendirinya. Generasi sosialisme tidak mengenal konsep budak seksual, dengan sendirinya perempuan akan dihormati dan kekerasan seksual akan menjadi sampah dalam tong sejarah.

Begitu, persis yang dikatakan Trotsky dalam sebuah karyanya: Kaum Intelektual dan Sosialisme Kolektivisme sudah memenuhi dunia dengan suara perjuangannya selama berpuluh-puluh tahun. Selama periode ini jutaan buruh telah bersatu di dalam organisasi politik, serikat buruh, koperasi, organisasi pendidikan, dan organisasi-organisasi lainnya. Seluruh kelas telah bangkit dari dasar kehidupan dan memaksa masuk ke dalam politik, yang sampai sekarang dianggap sebagai hak tunggal dari kelas yang berada. Setiap hari, koran-koran sosialis-koran teori, politik, serikat buruh-mengevaluasi ulang semua nilai-nilai borjuis dari sudut pandang sebuah masyarakat yang baru. Tidak ada satupun masalah mengenai kehidupan sosial dan kebudayaan (perkawinan, keluarga, sekolah, gereja, tentara, patriotisme, kebersihan sosial, prostitusi) yang tidak dipertentangkan dengan nilai-nilai sosialisme. Sosialisme berbicara dalam semua bahasa kemanusiaan yang berbudaya. Di dalam gerakan sosialis ini, orang-orang dengan pemikiran yang berbeda-beda dan bermacam temperamen, dengan masa lalu, hubungan sosial, dan kebiasaan hidup yang berbeda-beda, mereka semua saling bekerja dan saling berseteru. Dan bila kaum intelektual tetap “tidak memahami” sosialisme, bila semua ini tidak cukup untuk membuat mereka, mendorong mereka untuk mengerti pentingnya gerakan sedunia ini secara historis dan kultural, maka bukankah kita harus menarik kesimpulan bahwa alasan dari ketidakpahaman ini sangatlah mendasar dan usaha-usaha untuk mengatasi ini dengan teori dan tulisan adalah tidak berguna sama sekali?

6. Kesimpulan

“Menjadi radikal berarti memahami segala sesuatunya sampai ke akar-akarnya.” (Karl Marx)

Fakta bahwa kaum muda di berbagai negara merasakan bahwa hidup mereka berputar-putar pada kekacauan, ketidaksetaraan dan ketidakstabilan. Jika kita menggali lebih dalam lagi akan dapat menemukan bahwa kaum muda tidak hanya kecewa (regenerasi), tapi juga mulai memahami bahwa kapitalisme adalah penyebab utama dari kekecauan yang ada sejak dimilikinya alat-alat produksi secara pribadi. Atas dasar itulah gerakan dan orientasi perjuangan kaum muda dan buruh untuk mencapai kehidupan yang setara penuh keharmonisan masa depan dengan cara merebut alat-alat produksi yang mengalienasikan manusia dari ranah-ranah kehidupan. “Tidak ada jalan lain”. 

Di Indonesia sendiri, berbagai aksi kaum muda yang teradikalisasi atas adanya daftar panjang mengenai sentimen anti-kapitalisme yang berkembang di antara kaum muda bila kita sebutkan satu per satu alangkah banyaknya seperti gerombolan tikus keluar ketika kapal tenggelam. Keresahan ini bukanlah sebuah kebetulan. Ini berakar dari sistem kapitalisme yang menemui jalan buntu. Di mana-mana kaum muda menghadapi ancaman pengangguran dan kemiskinan, beserta tempat prostitusi-prostitusi merebak.

Radikalisasi dan medorong kesadaran kaum muda atas perjuangan pembebasan perempuan, mengahancurkan kepemilikan pribadi dan membangun dunia baru (sosialisme). Radikalisasi kaum muda ini tidak bisa dibiarkan berlangsung tanpa organisasi yang memiliki gagasan yang tepat dalam menumbangkan kapitalisme. Kemampuan kaum muda dalam memobilisasi massa untuk aksi jangka pendek, baik dalam skala kecil maupun yang besar, sudah tidak kita ragukan lagi. Hanya ketika kaum muda ini telah memahami gagasan Marxisme dan menjadi kaum “sosialis revolusioner teguh berdisiplin baja”, maka bersama kelas buruh radikalisasi kaum muda bisa mengubah dunia. Radikalisasi kaum muda ini membutuhkan sebuah partai revolusioner yang dapat menghimpun dan mendidik mereka dalam gagasan dan sejarah perjuangan kelas proletariat. Tanpa organisasi dan teori Marxis, radikalisasi kaum muda ini akan menguap atau dialihkan ke berbagai gagasan borjuis kecil yang impoten, seperti postmodernisme, politik identitas, feminis libral yang hanya berjuang dengan tuntutan afirmasi, dan berbagai varian lainnya.

Dengan memperjuangkan sampai tingkatan memenangkan sosialisme, dengan sendirinya masyarakat kelas akan lenyap, kepemilikan pribadi–menjadi kepemilikan bersama, patriarkisme akan musnah dari kehidupan manusia dan kesetaraan serta keharmonisan dan surga di dunia akan kita rasakan.

Penulis adalah kamerad dari PEMBEBASAN Kolektif Kota Mataram. Tulisan ini dibuat untuk melancarkan program Ideologi-Politik-Organisasi: Agitasi dan Propaganda Politik

Tinggalkan komentar